Jakarta, Dunia teknologi informasi menciptakan ragam perubahan pola komunikasi masyarakat. Dan tantangan perubahan tersebut benar-benar nyata. Mari kita andaikan, bahwa kita memiliki waktu yang sama, 24 jam. Sementara kita dituntut untuk melakukan banyak hal dalam durasi waktu yang sedemikian relatif pendek tersebut. Misal kita sebagai karyawan, pasti terdapat tumpukan tugas yang harus kita selesaikan, sementara kita harus tetap bisa meningkatkan skill kelimuan sehingga pilihan untuk mengambil kuliah baik strata 1 maupun strata dua mesti kita tunaikan. Lantas bagaimana mengatur manajemen waktu yang sedemikian padat? Ditambah lagi misalnya di ibu kota yang serba macet ini, tentu akan mengurangi waktu kita untuk melakukan sesuatu karena akan habis hanya sekedar menunggu lampu merah dan desak-desakan untuk masuk ke jalan Tol, dan toh ternyata di jalan Tol-pun kita kembali dihadang oleh kemacetan lagi.

Oleh karenanya saluran komunikasi mesti dipercepat dan diperpadat. Semua terhubung secara on line, bekerja secara on line, dan tak luput belajar secara on line pula. Pembelajaran tak lagi harus dilakukan dengan bertatap muka saja, yang tentu mesti melakukan perjalanan setidaknya dari kantor tempat bekerja ke kampus untuk mendapatkan kuliah. Namun bukan tanpa analisa apa-apa, program pembelajaran dengan media on line tentu harus tetap dikaji manfaat, efektivitas dan efisiensinya serta kemungkinan bagi peningkatan daya tangkap kelimuan/materi yang didapatkan oleh mahasiswa ataupun pelajar.

Nah, hulisan ini bertujuan mengetahui hasil pelaksanaan program rintisan pembelajaran jarak jauh dari aspek kesiapan kebijakan institusi, sumber daya manusia serta sarana prasarana serta menganalisis hasil pelaksanaan program hingga terumuskan hal-hal yang menjadi indikator kesiapan sekaligus permasalahan untuk lebih siap diimplementasikan pada lingkup yang lebih luas, yaitu di seluruh Kampus STIAMI terkhusus pada tataran Pascasarjana STIAMI.

Pada uji coba pelaksanaan Kuliah Online yang telah diterapakan di S1 Pusat STIAMI menunjukkan respon mahasiswa yang cukup antusias dalam merespon pembelajaran online ini. Meskipun dalam pelaksanaannya banyak yang perlu kita kaji lagi sebagai langkah perbaikan dalam hal mengambalikan esensi dari proses pembelajaran; Mendidik dan mengajar.
Mendidik: Dari segi isi, mendidik sangat berkaitan dengan moral dan kepribadian. Jika ditinjau dari segi proses, maka mendidik berkaitan dengan proses memberikan motivasi untuk belajar dan mengikuti ketentuan atau tata tertib yang telah menjadi kesepakatan bersama. Kemudian bila ditilik dari segi strategi dan metode yang digunakan, mendidik lebih menggunakan keteladan dan pembiasaan.

Mengajar: Jika ditinjau dari segi isi, maka mengajar berupa bahan ajar dalam bentuk ilmu pengetahuan. Prosesnya dilakukan dengan memberikan contoh kepada siswa atau mempraktikkan keterampilan tertentu atau menerapkan konsep yang diberikan kepada siswa agar menjadi kecakapan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Strategi dan metode yang dapat digunakan untuk mengajar misalnya ekspositori dan inkuiri.

Perntanyaannya, apakah dua hal diatas yang notabenenya adalah esensi utama dari PBM bisa diakomodir oleh sistem pembelajaran ini? Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, Perkuliahan Jarak Jauh (PJJ) membutuhkan persiapan serta waktu yang lebih banyak dalam pendampingan proses pembelajaran. Infrastruktur teknologi yang kurang maksimal dalam memberikan dukungan untuk menunjang pelaksanaan, kurangnya tatap muka yang secara psikologis berdampak pada kurang efektifnya dalam transformasi keilmuan, serta pemahaman teknologi yang belum dimiliki oleh semua dosen adalah beberapa hal yang menjadikan perkuliahan dengan sistem online ini perlu untuk dikaji lebih mendalam.

Al hasil, program Perkuliahan Jarak Jauh (PJJ) adalah bagian dari pengembangan metode pembelajaran yang mengafirmasi sejumlah tantangan pendidikan saat ini dengan segmentasi sosial pelajar yang makin hari menunjukkan antusiasme yang cukup luas akan metode ini. Namun begitu, kajian komprehensif untuk menyingkirkan sejumlah kemungkinan resiko pembelajaran yang kurang baik menjadi keharusan untuk selalu dilakukan. (Oleh: Muhammad Firza, S.Sos., M.AP*)

 

*Dosen di fakultas Ilmu Administrasi Publik Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Related posts