s2.stiami.ac.id – Jakarta – Sungai Citarum adalah sungai terpanjang di Jawa barat, Indonesia (Firdaus and Nurliawati 2019). Secara administratif, sungai citarum terbentang sepanjang 297 km mengalir melalui 13 Kabupaten kota di Jawa Barat. Sungai Citarum merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat, selain sebagai sumber irigasi dan air minum, sungai Citarum merupakan sumber pembangkit listrik Jawa dan Bali. (Satuan Tugas Citarum Harum 2019). 

Gambar 1.  Peta Daerah Aliran Sungai Citarum

 

Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, merupakan salah satu sumber daya air prioritas yang wilayahnya berada di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Sungai Citarum sebagai sungai utama merupakan sumber penghidupan bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Puluhan juta orang bergantung pada Sungai Citarum (Slamet and Aprilliani 2018). Krusialnya sungai Citarum bagi masyarakat menjadikan sungai ini dinobatkan sebagai “sungai superprioritas” (Desriko Malayu Putra 2016). Namun keberadaan sungai Citarum tersebut kurang dijaga kelsetariannya. Hal ini membuat Sungai Citarum disebut sebagai The World Dirtiest River (Erianti and Djelantik 2019) Terdapat banyaknya bahan logam berat yang terkandung di air sungai Citarum saat ini sangat berdampak bagi kesehatan yang dapat menyebabkan penyakit bagi masyarakat (Junengsih J., Putri E.I.K. 2017). Hal ini juga mengakibatkan lahan pertanian di daerah ini tidak produktif (Nugraha, Rusli, and Munajat 2017)

Gambar 2. Peta Sebaran Industri di DAS Citarum

 

Limbah Industri merupakan salah satu penyebab tercemarnya sungai di Jawa Barat. Lebih dari 2000 Industri yang tersebar di daerah aliran sungai Citarum (Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum Provinsi Jawa Barat 2019) Fakta bahwa Sungai Citarum tercemar tidak diragukan lagi. Pencemaran Juga banyak berasal dari anak-anak sungai yang bermuara di Citarum (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung 2021) Kondisi ini tentu sangat berdampak pada kesehatan manusia yang tinggal di sekitar Daerah Aliran Sungai Citarum (Chandra et al. 2019)

 

Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Menjadi sorotan utama publik terkait pencemaran yang dilakukan oleh industri.  Pada tahun 2012 tercatat hanya 47.2% (83 industri) dari 176 industri di Kabupaten Bandung yang telah mengelola limbah cairnya menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (Birry and Meutia 2012) pada tahun 2017 terdapat 20 kasus pelanggaran pengolahan Limbah Industri yang telah ditangani oleh DLH Kabupaten Bandung.

 

Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 ini menginstruksikan langkah-langkah percepatan strategis secara terpadu guna untuk pengendalian dan penegakan hukum dengan mengintegrasikan kewenangan antarlembaga pemerintah dan pemangku kepentingan. (Sekretariat Negara 2018) Kemudian untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut pemerintah membentuk Tim Das Citarum yang mempunyai tugas mempercepat pelaksanaan dan keberlanjutan kebijakan pengendalian DAS Citarum melalui strategi-strategi yang sudah diputuskan. (Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum Provinsi Jawa Barat 2019)

 

Berdasarkan Permenko Bidang Kemaritiman No. 8 Tahun 2018 (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman 2018), Wilayah Kerja Tim DAS Citarum dipimpin oleh 23 orang Perwira TNI sebagai Komandan Sektor. Kemudian Dalam Rangka pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 15 tahun 2018 tersebut Gubernur telah menetapkan Tim Ahli untuk membantu melaksanakan percepatan penanganan sungai Citarum (Gubernur Jawa Barat 2019)

 

Kebijakan ini lebih menekankan keterlibatan Militer. Militer merupakan ekskutor yang diberikan mandat untuk menyelesaikan permasalahan di lapangan. Pendekatan pengelolaan Limbah oleh intervensi militer ini merupakan Langkah stabilisasi. Rumusannya adalah stabilitas keamanan akan menjamin stabilitas sosial dan ekonomi. Dengan keinginan yang terpenuhi, masyarakat dapat dengan mudah mengikuti TNI dalam mewujudkan Program Citarum Harum tanpa adanya sikap represif atau tekanan terhadap masyarakat. Sehingga partisipasi masyarakat akan terus berlanjut (Selamat Ginting and Ahmad Mulyana 2020)

 

Sejak Berjalannya program Citarum Harum melalui kebijakan perpres nomor 15 tahun 2018 Keberadaan limbah industri sampai dengan saat masih mencemari sungai Citarum (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung 2021). Meskipun anggaran yang terlaporkan sudah mencapai Rp1,245 M (Bappeda Jawa Barat 2021) Pelaksanaan kebijakan masih terlihat belum maksimal dalam mengentaskan permaslahan yang ada. Salah satu faktor penghambat yang terlihat adalah partisipasi keterlibatan masyarakat yang belum maksimal (Diana and Kartasasmita 2019) padahal sejatinya, masyarakat sebagai kelas entitas sosial memiliki peran yang sangat signifikan dalam  upaya mengefektifkan pelaksanaan program Citarum Harum.

 

Rendahnya tingkat partisipasi tersebut terdapat pada semua tahapan partisipasi, baik pada tahap informasi, konsultasi, pengambilan keputusan bersama, melakukan tindakan bersama, terlebih dalam tahap dukungan inisiatif swakarsa. Artinya, selama ini informasi yang diterima oleh masyarakat terkait dengan pelaksanaan Program Citarum Harum di wilayah tempat tinggal mereka masih terbatas, masyarakat belum dilibatkan secara optimal dalam perencanaan, pembuatan keputusan serta belum dilibatkan dalam aksi bersama terkait kegiatan-kegiatan Citarum Harum yang dilaksanakan di wilayah mereka. (Diana and Kartasasmita 2019b) Partisipasi    publik    adalah hal yang penting karena partispiasi public berbicara tentang    keterlibatan    masyarakat  dalam  penentuan  kebijakan  (Cox 2013).  Partisipasi  publik  juga  merupakan  inti  pemerintahan     demokrasi     (Arnstein 1969; Rawat and Yusuf 2020; Sanoff 2005).  Di    samping    itu,    salah    satu komponen    dalam    menciptakan    tata    kelola    pemerintahan   yang   baik   (good   governance) adalah     kebijakan-kebijakan   yang    inklusif,    dimana  hal   tersebut   membutuhkan   adanya   partisipasi  publik (Bajracharya and Khan 2020; Sridhar, Gadgil, and Dhingra 2020) partisipasi    publik    berpotensi    untuk    meningkatkan kualitas dan legitimasi dari suatu kebijakan (Stern and Dietz 2008).  Karena adanya ruang  bagi  warga  negara  untuk   memberikan   pendapat   dan   memiliki   kuasa  atas  ruang  hidup  mereka  (Mueller et al. 2018). Partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat sesuai dengan azas demokrasi (Ife and Tesoriero 2006). Dengan partisipasi akan memungkinkan kaum yang terpinggirkan secara ekonomi dan politik untuk dilibatkan dalam perencanaan pembangunan masa depan (Arnstein 1969).  Pemerintah sudah seharusya mensyaratkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya, dalam upaya menentukan keberhasilan program pembangunan (Jamaludin 2015). Karena masyarakat adalah penerima manfaat utama dari adanya pengelolaan daerah aliran sungai. Masyarakat di sekitar DAS tersebut merupakan kelompok masyarakat yang berintraksi dengan DAS setiap hari, sehingga masyarakat tentu lebih memahami isu-isu terkait DAS dan bertanggung jawab atas keberhasilan restorasi yang terjadi pada DAS. Oleh karenanya sangat disayangkan apabila masyarakat tidak dilibatkan dalam tahap perancangan dan perencanaan dari program  tersebut. (Akello et al. 2017).  Selama ini konsep pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia sepertinya masih kurang memperhatikan sumber daya manusia masyarakat sebagai komponen penting dalam keberadaan DAS teruratama Terkait partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS. konsep partisipasi bertujuan untuk menciptakan self supporting system yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menegosiasikan kepentingan-kepentingan mereka agar dipertimbangkan dan diakomodir (Wani and Ramakrishna 2005) tata kelola air sangat mementingkan partisipasi publik yang demokratis. sehingga pelibatan pengelolalaan secara kolaboratif antar stakeholder atau antar aktor merupakan keniscayaan.(Mustofa, Brahmantika, and Tarigan 2021)

 

Paradigma Demokrasi menuntut pertisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa. masyarakat ditempatkan pada posisi strategis yang menentukan keberhasilan program pembangunan (Jamaludin 2015) Adanya otonomi daerah juga menguatkan akan pentingnya partisipasi publik (Sutrisna 2018), oleh sebab itu Adanya kebijakan mengenai otonomi daerah ini sudah seharusnya membuat program Citarum Harum mengedepankan adanya partisipasi masyarakat di kawasan daerah aliran sungai. Meskipun program tersebut diinisiasi langsung oleh pemerintah, namun pemerintah tetap harus menyadari bahwa tanpa adanya keterlibatan aktif dari masyarakat maka program yang dibuat tersebut akan sia-sia. Program yang baik adalah program yang mampu memberdayakan masyarakat secara utuh.

 

Permasalahan-permasalahan yang ditemui di atas merupakan bukti bahwa penerapan regulasi kebijakan Perpres  Nomor 15 Tahun 2018 ini masih memiliki beragam kendala dalam penengendalian lilmbah di Sungai Citarum. Salah satu Hal yang paling urgent adalah mengenai partisipasi public. Partisipasi public yang tergambar dari kajian ini masih sangat lemah, padahal partisipasi public merupakan variable penting untuk menentukan efektifitas pencapaian tujuan sebuah kebijakan. Terutama dalam pengentasan limbah industry. Oleh karenanya, Berdasarkan hasil kajian ini penulis mengajukan beberapa saran untuk perbaikan pelaksanaan Program Citarum Harum, yakni sebagai berikut: 1. Perlu adanya upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Program Citarum Harum. Salah satunya, menyesuaikan program dengan kebutuhan masyarakat setempat dan mewujudkan gagasan masyarakat sebagai rencana pelaksanaan program. Hal ini bertujuan untuk mendorong tingkat keberdayaan masyarakat dalam program tersebut. 2. Pemerintah, dalam hal ini Satgas Citarum Harum perlu melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan program. Pelibatan masyarakat tidak hanya dalam proses pelaksanaan saja, namun masyarakat juga perlu dilibatkan dalam tahap perencanaan dan evaluasi program. Mengikutsertakan masyarakat dalam setiap tahapan program penting untuk mendorong adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam program. 3. Perlu adanya upaya peningkatan keberdayaan masyarakat dengan cara menjadikan masyarakat sebagai pihak yang bertanggungjawab atau memegang kuasa untuk mengelola program. Hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki keberdayaan untuk menghadapi hambatan-hambatan yang terjadi selama pelaksanaan program. 4. Perlu adanya kolaborasi aktif antara Partisipasi masyarakat, pemerintah dan industry untuk bekerja sama  dalam upaya penanganan limbah Industri.

 

Penulis :

 

Dr. Muhammad Firzah, S.Sos., M.AP.
(Sekretaris Prodi Magister Ilmu Administrasi)

 

Related posts